Surah An Nisa, sebuah bagian dari Al-Qur’an yang terdiri dari 176 ayat, adalah Surah Madaniyyah yang mengambil namanya dari kata “wanita.” Surah ini memusatkan perhatiannya pada berbagai aspek yang berhubungan dengan perempuan, menjadikannya surah yang paling komprehensif dalam hal tersebut.
Selain membahas syirik dan akibat kekafiran pada hari kiamat, surah ini juga membahas hukum poligami, mahar, perlindungan harta anak yatim, warisan, perbuatan tercela, larangan pernikahan, dan hukum lainnya. Selain itu, surah ini merinci pentingnya kesucian lahir dan batin dalam salat, hukum membunuh orang Islam, serta berbagai masalah yang berkaitan dengan masyarakat.
Kali ini kita akan berfokus dpada Surah An Nisa Ayat 9 – 10 yang membahas tentang larangan meninggalkan generasi dalam keadaan lemah. Ayat tersebut sebagai berikut :
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ، فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Artinya, “Hendaklah takut orang-orang yang andaikan meninggalkan keturunan yang lemah di belakang (kematian) mereka maka mereka mengkhawatirkannya; maka hendaklah mereka juga takut kepada Allah (dalam urusan anak yatim orang lain), dan hendaklah mereka berkata dengan perkataan yang benar (kepada orang lain yang sedang akan meninggal).”
Surat An Nisa ayat 9 mengingatkan kita untuk berhati-hati dalam memperlakukan anak keturunan yang lemah secara finansial. Ayat “andaikan meninggalkan keturunan yang lemah di belakang (kematian) mereka maka mereka mengkhawatirkannya” mengacu pada orang-orang yang diwakili oleh kata “orang-orang yang.” Ayat ini mengajarkan bahwa kita harus takut kepada Allah dalam hal anak yatim dan berbicara dengan kejujuran terkait mereka.
Tafsiran atas ayat ini memiliki lima pendapat yang berbeda:
- Pendapat pertama, berdasarkan Ibnu Abbas RA dan lainnya, menyatakan bahwa ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang mendekati orang sakit menjelang kematiannya. Mereka diminta untuk tidak membujuk orang sakit untuk mewasiatkan seluruh hartanya kepada orang lain, sehingga tidak ada sisa bagi ahli waris. Ayat ini mengingatkan mereka untuk tidak melakukan kepada orang lain apa yang mereka tidak ingin terjadi pada diri mereka sendiri.
- Pendapat kedua, disampaikan oleh Miqsam bin Bujrah dan Hadhrami Al-Yamami, menyatakan bahwa ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang merawat orang sakit menjelang kematiannya. Mereka diminta untuk tidak menghentikan mayit untuk mewasiatkan hartanya kepada ahli warisnya. Hal ini dilakukan untuk mencegah kerugian bagi kerabat mayit dan orang-orang yang berhak menerima warisan.
- Pendapat ketiga mengatakan bahwa ayat ini ditujukan kepada orang sakit yang dilarang mewasiatkan harta secara berlebihan, sehingga ahli warisnya tidak menjadi lemah secara finansial setelah kematian si sakit. Jika ayat ini turun sebelum pembatasan wasiat sepertiga harta, maksudnya adalah untuk mencegah mewasiatkan seluruh harta. Namun, jika ayat ini turun setelah pembatasan wasiat, maka maksudnya adalah agar si sakit tetap bisa mewasiatkan harta hingga sepertiga, tetapi dengan mempertimbangkan nasib anak keturunannya.
- Pendapat keempat, berdasarkan Ibnu Abbas dalam versi lain, mengatakan bahwa ayat ini ditujukan kepada wali anak yatim untuk memperlakukan anak-anak yatim dengan baik dan adil, seolah-olah ayat ini mengingatkan mereka bahwa sebagaimana mereka takut atas nasib anak mereka sendiri, mereka juga harus takut untuk tidak merawat dengan baik anak yatim yang mereka jaga.
- Pendapat kelima, yang lebih luas, menyatakan bahwa ayat ini ditujukan kepada semua orang agar takut kepada Allah dalam urusan anak yatim dan anak orang lain, meskipun tidak dalam perawatan mereka. Orang diminta untuk berbicara dengan kejujuran dan berlaku adil terhadap anak-anak yatim sebagaimana mereka ingin anak-anak mereka diperlakukan dengan baik setelah kematiannya.
Dari berbagai pendapat ini, Al-Qadhi Abu Bakar al-Baqillani lebih memilih pendapat keempat, sementara Imam At-Thabari memilih pendapat ketiga sebagai yang paling utama.
Baca Juga : Makna Mendalam dari ‘Wala Taiasu’ dalam Surat Yusuf Ayat 87
===
Sumber : NU Online